NMM | MENTAWAI – Aliansi Masyarakat Adat Uma Taileleu dan Sakoikoi, Desa Betumonga, Kecamatan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai melakukan aksi penyampaian aspirasi mereka terkait Hak Tanah Ulayat (Tanah Adat) di hadapan Bupati Kepulauan Mentawai, Rinto Wardana, pada Selasa, (28/10/2025), di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Mentawai, Km. 4.
Hak tanah adat, yang dikenal sebagai hak ulayat, adalah hak penguasaan tertinggi atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Hak ini bersifat komunal dan memberikan kewenangan kepada masyarakat adat untuk mengelola, memanfaatkan, dan melestarikan sumber daya alam di wilayahnya demi kelangsungan hidup mereka.
Pengakuan hak ulayat di Indonesia diatur dalam Pasal 3 UUD 1945 dan UUPA 1960, meskipun seringkali keberadaannya masih tumpang tindih dengan kepentingan Nasional dan memerlukan kepastian hukum lebih lanjut, misalnya melalui peraturan daerah.
Koordinator aksi, Mangasa mengatakan agar lahan masyarakat yang di klaim sebagai Kawasan Hutan Produksi harus dibebaskan termasuk Hak Pengelolaan (HPL) yang di klaim oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Ia berharap melalui aspiras mereka kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai bisa tersampaikan dan diteruskan ke atas sehingga ada jawaban atas hak masyarakat Desa Betumonga terkait larangan mereka untuk melakukan aktivitas berkebun di wilayah yang di klaim sebagai Kawasan Hutan.
“Sehingga kami menuntut kepada Pemerintah supaya hak kami ya diberikan kepada kami, nah ketika ini juga belum jelas tentunya kami tidak bisa berbuat apa-apa karena di kawasan tersebut sudah apa tapak batas dan plang larangan untuk melakukan aktivitas di dalam kawasan yang di klaim ini”, kata Mangasa saat di wawancara.

Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa kawasan yang di klaim ini sebagian besar adalah perkebunan masyarakat dimana kawasan tersebut yang di klaim sekitar 738 hektar, sementara lahan ada sekitar 766 hektar, jika dikurangi 766 dari 738 maka sekitar 28 hektar sisahnya yang bisa dikelola oleh masyarakat Desa Betumonga. Sementara setelah tim pengukur turun lapangan dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta dari tim Satgas lainnya, temuan yang sebenarnya hanya 7,8 hektar saja.
“Tetapi kenapa mereka saat kembali ke Jakarta menyampaikan kembali atau membalikkan informasi bahwa 738 hektar sudah digarap oleh masyarakat, nah ini yang tumpang-tindih informasinya, dan tentunya kami mau adanya kepastian dan kejelasan sehingga hak kami ya harus menjadi hak kami, dikembalikan ke kami sebagai masyarakat, itu saja”, ujarnya.
Sementara Bupati Kepulauan Mentawai, Rinto Wardana menyampaikan bahwa pihaknya akan mendukung penuh tujuan dari pada aksi penyampaian aspirasi Aliansi Masyarakat Adat Desa Betumonga, namun masyarakat Desa Betumonga harus membuat dan melakukan penandatanganan Surat Pernyataan Moral sehingga ada bahan serta lampiran Bupati untuk menyampaikan aspirasi masyarakat tersebut ke pihak yang berwenang dalam hal ini adalah Panglima TNI, Menteri Kehutanan (Kemenhut RI), Menteri BPN/ATR, dan Komisi IV DPR RI.
